Jurnalankol.id | Kecamatan Parungpanjang, yang dikenal sebagai salah satu urat nadi transportasi penghubung Kabupaten Bogor dan Tangerang, kembali didera kemacetan parah yang melibatkan kendaraan roda dua dan roda empat. Kondisi ini merupakan dampak langsung dari proyek perbaikan jalan yang vital namun implementasinya tidak diimbangi dengan manajemen lalu lintas yang memadai.
😩 Horor di Jalanan

Volume kendaraan, di mungkinkan adanya miss komunikasi dari petugas jaga, sehingga menimbulkan Pertemuan kendaraan yang sangat banyak sehingga antara mobil pribadi dan motor bertemu di titik yang sampai saat ini masih belum terurai kemacetannya.Titik-titik perbaikan menjadi leher botol ( Jalan Raya yang Menyempit ), yang membuat antrean mengular.
-
Kendaraan Roda Empat: Terjebak dalam posisi stop-and-go yang lambat dan memicu rasa frustrasi. Waktu tempuh meningkat drastis, membuat aktivitas ekonomi dan mobilitas warga terganggu total.
-
Kendaraan Roda Dua: Meskipun lebih lincah, pengendara motor dipaksa bermanuver di antara celah sempit, menghadapi risiko kecelakaan yang tinggi, dan turut memperburuk kekacauan karena berusaha mencari jalan pintas di sisi-sisi proyek.
-
Penyebab Utama: Penutupan sebagian badan jalan untuk pengerjaan, keberadaan alat berat, dan tidak adanya petugas yang efektif mengatur alur kendaraan di persimpangan atau titik bottleneck.
👻 Misteri Keberadaan Petugas Dishub

Di tengah keparahan situasi yang membutuhkan kehadiran petugas lapangan untuk mengurai kekacauan dan memberikan informasi, muncul kesulitan fatal saat mencoba mengonfirmasi atau mencari bantuan dari otoritas terkait.
Saat pengendara atau warga berupaya mencari klarifikasi kepada Dinas Perhubungan (Dishub) Kecamatan Parungpanjang atau Kabupaten Bogor, situasinya malah mengarah pada kondisi yang minim koordinasi:

-
Kehilangan Jejak: Petugas Dishub yang seharusnya bertugas di lokasi krusial sulit ditemukan di pos atau titik rawan kemacetan. Upaya konfirmasi ke kantor terdekat pun tidak membuahkan hasil, menimbulkan pertanyaan “Entah mereka ada di mana?”
-
Personel yang Minim: Diduga kuat, petugas yang seharusnya diturunkan untuk mengawal rekayasa lalu lintas hanya berjumlah dua orang saja. Jumlah ini jelas tidak memadai untuk mengendalikan kemacetan parah di wilayah yang luas dan padat seperti Parungpanjang.
-
Implikasi: Keadaan ini menciptakan kesan pembiaran dan ketidakpedulian dari instansi terkait terhadap penderitaan warga. Sulitnya mencari petugas di lapangan menjadikan proyek perbaikan jalan sebagai “ujian kesabaran” yang harus dilalui warga tanpa bantuan pengatur lalu lintas yang mumpuni.jurnalanko.id_Team













